Demonstrasi menolak kenaikan harga BBM bersubsidi yang berlangsung tanggal 30 Maret 2012 kemarin di depan gedung DPR RI sempat membuat khawatir seluruh masyarakat Indonesia, mengingat demonstrasi besar – besaran semacam itu pernah terjadi ketika runtuhnya masa orde baru. Melihat demonstrasi kemarin, sebenarnya kegiatan demonstrasi atau aksi – aksi yang digelar itu tidak pernah mendapat larangan dari pihak kepolisian, namun ada syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh para demonstran dalam menggelar aksinya, salah satunya adalah dengan meminta ijin kepada pihak kepolisian bahwa mereka akan mengadakan aksi atau demonstrasi pada tanggal dan lokasi tertentu dengan jumlah masa yang telah ditentukan, kemudian dengan adanya laporan seperti itu, sebenarnya pihak kepolisian akan membantu dalam pelaksanaan kegiatan aksi atau demonstrasi tersebut, seperti membantu dalam pengamanan aksi, dan pengaturan lalu lintas. Disinilah letak tanggung jawab kepolisian, ketika ada sekelompok masa yang akan menggelar aksi damai, maka kepolisian akan mengamankan dan melayani jalannya aksi damai tersebut. Namun, ketika dalam kegiatan aksi atau demonstrasi tersebut ada indikasi pengrusakan, tindak anarki, pembakaran foto presiden dan wakil presiden atau pelecehan lambang negara, disitulah polisi berhak atau bahkan wajib untuk menindak pelaku pengrusakan tersebut, jika ada tindakan anarki dan pengrusakan tetapi polisi tidak menindak pelaku – pelakunya atau hanya membiarkan peristiwa itu terjadi, maka polisi yang ada di TKP bisa dikenakan sangsi sesuai ketentuan yang berlaku.
Namun, melihat demonstrasi besar – besaran kemarin yang terjadi di depan gedung DPR RI yang berakhir dengan bentrok, saya menilai para demonstranlah yang menyebabkan bentrokan / cheos itu terjadi. Berawal ketika ribuan demonstran datang dari berbagai daerah dan latar belakang, mereka sudah menunjukkan gelagat yang tidak baik, seperti merusak pagar pembatas jalan tol dalam kota, mereka juga memblokir jalan tol tersebut. Perbuatan seperti itu sebenarnya sudah dilarang oleh pihak kepolisian, tetapi penjelasan kepolisian melalui Kabid Penum Mabes Polri Kombes Pol. Boy Raffi Amar, “kami tidak menindak mereka sejak awal karena melihat faktor psikologis para demonstran yang masih sangat labil, dampak yang sangat buruk akan terjadi jika polisi langsung menindak para demonstran yang memblokir jalan tol meskipun perbuatan demonstran tersebut merugikan para pengguna jalan tol. Namun, langkah yang kami lakukan yaitu dengan mengalihkan arus lalu lintas yang akan melalui jalan tol tersebut ke jalan – jalan lain yang dinilai aman dan dapat dilalui oleh para pengguna jalan tol, langkah itu dinilai lebih bijak dan aman daripada menindak langsung demonstran ketika psikologis mereka masih sangat panas dan labil.”
Jumlah masa yang berdemonstrasi kemaren diperkirakan mencapai 12.000 orang yang terdiri dari kalangan mahasiswa, buruh , dan pemuda yang ingin menyampaikan aspirasi mereka yaitu membatalkan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun, kita sebagai pengamat jangan mudah percaya sepenuhnya terhadap pemberitaan di media massa mengenai komposisi dari demonstran besar – besaran kemarin. Investigasi terbaru berkaitan dengan komposisi demonstran kemarin, ada kalangan tertentu yang menyusup kedalam ribuan demonstran. Kalangan tersebut berasal dari pemuda – pemuda daerah yang diajak oleh oknum tertentu yang mempunyai kepentingan untuk berdemonstrasi di depan gedung DPR RI dengan uang imbalan sejumlah Rp 100.000,- dengan ketentuan hanya berdemonstrasi tidak sampai berujung bentrok / cheos. Namun ketika harus berujung bentrok / cheos, makan para demonstran bayaran itu akan memperoleh imbalan sebesar Rp 250.000,-. Itu merupakan pengakuan dari salah satu demonstran bayaran yang berhasil diliput oleh pihak yang melakukan investigasi.
Jadi, peristiwa demonstrasi besar – besaran kemarin ada provokator yang tidak bertanggung jawab yang menggerakkan massa untuk merusak pagar pembatas jalan tol, memblokir jalan tol, merobohkan pagar gedung DPR RI, merusak dan menjebol pintu masuk utama DPR RI. Melihat dari pengrusakan tersebut sebenarnya pihak kepolisian bisa langsung melakukan tindakan. Namun klimaksnya terjadi ketika ribuan demonstran berhasil melewati pintu masuk utama kemudian bergerak memasuki gedung DPR RI yang didalamnya sedang berlangsung sidang paripurna untuk memutuskan rencana kenaikan BBM bersubsidi. Pihak kepolisian langsung menghalau ribuan demonstran untuk tidak mendekati gedung DPR RI dengan cara menembakkan gas air mata, petasan, dan menyemprotkan air melalui mobil watercanon. Disitulah bentrokan terjadi, halauan pihak kepolisian dibalas para demonstran dengan melempari batu dan bom molotof. Sebenarnya tindakan balasan demonstran sangat membahayakan keselamatan kepolisian, bom molotof yang disulut dan dilemparkan ke arah kepolisian, ketika pecah atau meledak dapat membakar benda atau objek yang terkena karena bahan bakar dari bom molotof menggunakan bensin. Polisi juga menemukan puluhan bom molotof yang belum sempat disulut oleh demonstran.
Jadi dilihat dari sisi manapun, pihak kepolisian tidak bersalah dan juga tidak melanggar HAM, justru para demonstranlah yang melanggar ketentuan dalam melakukan demonstrasi. Sudah terlihat jelas adanya pengrusakan, tindak anarki, bahkan sudah berniat untuk melakukan penyerangan terhadap pihak kepolisian, itu dilihat dari ditemukannya puluhan bom molotof dan cairan kimia yang mengenai salah satu anggota kepolisian dan jurnalis yang meliput di lokasi.
Dengan adanya peristiwa demonstrasi besar – besaran itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa demonstrasi besar – besaran kemarin tidak sepenuhnya bertujuan untuk menyalurkan suara rakyat, tetapi ada kelompok tertentu yang menumpangi demonstrasi tersebut demi tercapainya kepentingan kelompok tersebut. Himbauan dari saya pribadi kepada teman – teman mahasiswa dimanapun anda berada, jangan mudah percaya dan terprovokasi dengan ajakan orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Ketika kita ingin menyuarakan pendapat, sebagai kaum intelektual janganlah kita mudah untuk turun kejalan atau melakukan aksi, kita bisa menyuarakan pendapat dengan jalan diskusi, negoisasi, atau konsolidasi. Namun ketika cara – cara baik itu tidak menemukan jalan keluar, silakan kita boleh turun kejalan atau melakukan aksi, namun jangan melupakan prosedur – prosedur yang harus dipenuhi, dan perlu diingat bagi teman – teman yang akan melakukan aksi, jauhi tindakan anarkis, jangan merusak, jangan membakar foto presiden dan lambang NKRI. Semoga kedepan kegiatan aksi atau demonstrasi yang anarkis semakin menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar