BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai
warisan nenek moyang sejak abad XVII, batik merupakan hasil kreativitas manusia
yang tertuang dalam bentuk gambar. Warisan turun – temurun inilah yang
menjadikan batik memiliki nilai historis yang harus dilestarikan oleh generasi
muda. Pengetahuan tentang kebudayaan batik harus ditanamkan kepada anak – anak
usia dini agar mereka mengetahui asal – usul dari batik tersebut.
Kebudayaan sendiri memiliki arti
sebagai hal – hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya tebentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama
dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, dan karya seni. Budaya juga dapat
diartikan sebagai suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur – unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang
koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain. Kebudayaan Indonesia bisa diartikan seluruh
ciri khas suatu daerah yang ada sebelum terbentuknya nasional indonesia, yang
termasuk kebudayaan Indonesia itu adalah seluruh kebudayaan lokal dari seluruh
ragam suku-suku di Indonesia.
Salah
satu kebudayaan yang harus terus dilestarikan di Indonesia adalah kebudayaan
batik. Sejarah batik di Indonesia berkaitan dengan
perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa
catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram,
kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta. Kesenian batik merupakan
kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan
keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta
para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar
kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan
ditempatnya masing-masing. Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini
ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum
wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik
yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat
yang digemari, baik wanita maupun pria.
Bahan
kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang
bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia
yang dibuat sendiri antara lain dari pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan
bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Batik bukan sekedar keindahan yang berupa perpaduan dan komposisi ragam hias
serta permainan warna yang mempunyai satu ciri khas tersendiri, tetapi juga
mewakili sebuah identitas diri dan semangat yang terpancar dari pesona kesenian
batik tersebut. Lekukan garis yang unik, dipadukan dengan arsiran-arsiran
lembut terus berkembang dalam motifnya seolah – olah beradaptasi dan mengikuti
satu demi satu perkembangan zaman. Seperti tergambar dalam kain – kain
selendang dan kebaya yang bergambarkan bunga – bunga, bahkan satu cerita bisa
digambarkan dalam kain-kain tenunan tersebut.
Banyak
hal yang baik yang bisa kita lihat dari kesenian batik. Ciri khasnya telah
menjadikan batik sebagai salah satu khasanah budaya bangsa yang tak surut
termakan zaman. Zaman Feodalisme, zaman Kolonialisme, zaman Kemerdekaan, sampai
zaman Reformasi sekarang ini, batik masih menjadi satu pakaian yang
mengidentitaskan karakter bangsa Indonesia di mata Internasional. Perkembangan
dan transformasi budaya, tenyata tak mampu menyingkirkan batik dari Indentitas
bangsa. Ciri khas tersebut tidak sekedar sebagai artian dari identitas semata.
Secara filosofis juga mempunyai esensi perlawanan terhadap westernisasi yang
semakin pesat melanda Indonseia. Pengaruh budaya barat khususnya dalam hal mode
atau fasion, mendapatkan satu resistensi dari eksistensi batik sebagai simbol
fasion Indonesia.
Membatik
yang awalnya hanya menjadi pekerjaan dari kaum perempuan sebagai salah satu
sumber mata pencaharian. Namun seiring dengan perkembanganya, terutama ketika
telah ditemukannya “Batik Cap” maka pekerjaan ini telah menjadi satu hal yang
lazim bagi kaum laki – laki. Walaupun fenomena umum ini tidak terjadi di daerah
pesisir yang telah lazim bagi kaum laki – laki untuk membatik. Batik telah
mendobrak sebuah perbedaan dan pemisahan antara kaum laki – laki dan perempuan,
khususnya dalam hal pembagian kerja untuk sebuah mata pencaharian.
Sedangakan
untuk internalnya, batik telah memberikan kehidupan bagi rakyat Indonesia.
Dengan membatik, mereka para seniman batik dapat bertahan hidup dan mencukupi
kebutahan hidup keluarganya. Artinya, satu roda perekonomian rakyat telah
berjalan dengan adanya kesenian batik. Bahkan mungkin ini adalah salah satu
jenis pekerjaan yang telah berusia ribuan tahun, dan masih bertahan sampai
sekarang.
Harus
diakui bahwa, batik pada awalnya hanya menjadi komsumsi pakaian bagi para raja
dan orang – orang kerajaan. Dan tak berubah ketika Belanda masuk ke Indonesia.
Batik telah menjadi penanda kelas sosial tertentu, yang dibedakan berdasarkan
ras dan status sosial. Hal ini menunjukan bahwa, batik telah menjadi sebuah
simbol tertentu dari satu kelas tertenu juga. Menunjukan pula bahwa batik hanya
menjadi milik dari orang – orang yang memiliki status sosial sebagai kelas
atas. Bahkan setiap motif dan coraknya dapat menentukan status dan keberadaan
sosialnya. Perjalanan sejarahnya, batik juga dapat digunakan oleh rakyat
jelata. Tetapi tetap dengan motif yang berbeda dibandingkan dengan batik yang
digunakan oleh para bangsawan.
Tidak
hanya itu, hal negatif lain adalah batik juga lebih banyak digunakan oleh
orang-orang pada usia tertentu, khususnya bagi orang – orang dewasa. dan juga
umumnya hanya digunakan pada hari tertentu saja atau formal saja.. Hal ini
dapat kita lihat di sekeliling kita, dimana tak ada orang yang menggunakan
pakaian jenis batik untuk keseharianya. Seperti mencari jarum ditumpukan
jerami. Mungkin ini adalah kata kiasan tentang anak muda yang menggenakan
pakaian batik. Padahal tak ada yang salah jika batik juga digunakan sebagai
pakaian sehari-hari. Mungkin hanya tinggal menggunakan jenis pakaian, modelnya
atau motif yang disesuaikan dengan tren yang ada.
Ini
sama saja dengan mengulang sejarah kelam batik, namun hanya ruangnya saja yang
berbeda. Dahulu untuk menunjukan status sosial, sekarang untuk digunakan pada
agenda formal. Lihat saja bagaimana saat ini metode dalam mempromosiskan batik.
Menggelar satu pameran di gedung mewah atau dengan mengadakan pagelaran busana
dengan tema batik. Sudah pasti dapat diterka, hanya orang dari kalangan dan status
sosial tertentu saja yang akan hadir dalam acara seperti itu. Maka satu
ungkapan bahwa batik telah memasyarakat adalah sabuah ungkapan yang harus
direvisi. Dia menjadi memasyarakat, ketika tak ada satu norma atau adat yang
menghalanginya untuk dapat digunakan oleh masyarakat, kapan, siapa, dan dimana
saja. Kontradiksi inilah yang harus dibenahi, agar batik sebagai sebuah motif
atau jenis pakaian yang memasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Batik Di Indonesia
Perkembangan batik di Indonesia berkaitan
dengan perkembangan kerajaan majapahit dan kerajaan sesudahnya pada masa
dahulu. Dalam beberapa catatan, perkembangan batik banyak dilakukan pada masa –
masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di
atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja – raja
Indonesia zaman dahulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton
saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh
karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian
batik ini dibawah oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing –
masing.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian
batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan
kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya,
batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian
rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang
dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedangkan bahan-bahan
pewarna yang dipakai terdiri dari tumbu-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat
sendiri antara lain pohon mengkudu, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari
soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Dimasa sekarang, batik sudah mulai menunjukkan
eksistensinya. Penghargaan dan kebanggaan akan budaya batik sudah mulai tumbuh
dari jiwa bangsa Indonesia. Itu tercermin dari semakin banyaknya industri –
industri di daerah yang memproduksi batik sebagai hasil karya khas dari daerah
tersebut. Seperti batik Pekalongan, Solo, Jogjakarta, Jambi, dan masih banyak
lainnya. Dengan adanya rasa kebanggaan akan batik, akan membuat batik semakin
dihargai dan lestari ditanah air Indonesia dan juga dapat berdampak pada
meningkatnya perekonomian negara pada sektor industri.
B.
Pengakuan UNESCO tentang Batik sebagai Warisan
Dunia
Sejak tanggal 2 Oktober 2009, United Nations
Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO) telah menetapkan
batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi (masterpieces of the oral and intangible
heritage of humanity). Kemudian sejak saat itu, tanggal 2 Oktober
ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari batik Nasional. Namun sebenarnya, pengakuan
UNESCO itu dilakukan pada tanggal 28 September 2009 dan baru dilakukan
penghargaan resminya pada tanggal 2 Oktober di Abu Dhabi. Pengakuan UNESCO itu diberikan terutama
karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam.
Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan rakyat Indonesia juga
dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan
melestarikan warisan budaya itu secara turun – menurun.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap batik
Indonesia, Presiden SBY meminta kepada seluruh warga negara Indonesia untuk
memulai memakai batik pada kegiatan sehari – hari, tidak hanya pada acara –
acara formal saja. Karena bentuk dari tindakan itu menjadi awal yang baik untuk
melestarikan kebudayaan batik Indonesia.
Dimata internasional, batik juga sudah cukup
dikenal karena beberapa tahun belakangan ini pemerintah Indonesia gencar
melakukan promosi tentang kebudayaan dan pariwisata Indonesia di beberapa
negara di dunia seperti Amerika, Perancis, Inggris, dan negara – negara lain.
Hal ini juga dibantu oleh kalangan mahasiswa dari Indonesia yang sedang
melakukan studi disana. Mereka senantiasa memakai batik pada kegiatan sehari –
hari untuk menunjukkan identitas nasional bangsanya. Bahkan tidak hanya orang
Indonesia saja yang suka memakai batik, tetapi mantan Presiden Republik Afrika
Selatan, yaitu Nelson Mandela juga sangat gemar memakai batik pada setiap
kesempatan seperti menghadiri rapat ataupun melakukan kunjungan kerja. Awal
mula beliau mengenal batik ketika melakukan kunjungan ke Jakarta, Bapak
Presiden RI pertama yaitu Presiden Soekarno memberikan tanda mata berupa sebuah
batik kepaa Nelson Mandela, dan sejak saat itulah beliau menjadi gemar memakai
batik. Sebagai warga negara Indonesia, sudah menjadi kewajiban kita semua untuk
membanggakan warisan budaya yang telah diakui dunia. Batik yang dikenal sebagai
hasil kreatifitas manusia yang tertuang dalam bentuk gambar dapat mencerminkan
jati diri Bangsa.
C.
Pelestarian Batik Di Era Modern
Di era modern ini banyak sekali kebudayaan
dari luar yang masuk ke Indonesia dan mulai mempengaruhi kebudayaan Indonesia.
Salah satunya adalah kebudayaan dari Korea yang sudah mewabah di kalangan anak
muda Indonesia. Dampaknya adalah cara berpikir, cara bergaul, cara
berpenampilan anak – anak muda Indonesia sudah terpengaruhi oleh kebudayaan
Korea, padalah kebudayaan dari luar belum tentu semuanya positif, pasti ada hal
– hal negatifnya yang terkandung dalam kebudayaan asing. Untuk
mengantisipasinya, perlu adanya pendalaman dan pengetahuan yang khusus akan
kebudayaan Bangsa Indonesia dikalangan anak – anak muda Indonesia terutama
kebudayaan batik. Jangan sampai kebanggaan akan kebudayaan batik dapat
tersisihkan dengan kebanggaan akan kebudayaan asing, itu dapat merusak rasa
nasionalisme kita. Memang sudah menjadi fenomena umum bahwa kalangan muda
Indonesia kurang menghargai dan membanggakan kebudayaan batik yang menjadi
warisan nenek moyang dahulu. Mereka menganggap orang yang memakai batik adalah
orang – orang tua dan orang – orang daerah yang tidak tahu fashion.
Dari kurangnya rasa bangga itulah kebudayaan
batik di Indonesia kurang begitu dihargai, dan dampaknya adalah pengakuan /
klaim dari Malaysia bahwa batik adalah kebudayaan negara Malaysia. Dari
perselisihan itulah hubungan Indonesia dan Malaysia mulai memanas, banyak
cacian dan hujatan yang dilontarkan dari masing – masing negara. Sebenarnya hal
itu bukan sepenuhnya salah Malaysia, tapi ada juga kesalahan dari pihak
Indonesia dimana warga negara Indonesia tidak bangga terhadap kebudayaan batik.
Padahal seharusnya sebagai pemilik kebudayaan batik, warga negara Indonesia
harus menghargai dan membanggakan batik sebagai warisan nenek moyang kemudian
menjaga dan melestarikan kebudayaan batik tersebut. Apabila hal itu sudah
dilakukan dengan baik, tidak mungkin ada negara lain yang akan berbuat seperti
yang dilakukan Malaysia.
Sebenarnya, batik juga bisa mengikuti
perkembangan jaman. Sekarang ini batik sudah diciptakan dalam berbagai inovasi
yang unik dan menarik, mulai dari assesoris batik, pakaian batik, hingga mobil
batik. Mengenai motifnya, sekarang ini juga motif batik sudah sangat beragam
dan sangat mengikuti trend, jadi tidak ada alasan lagi bagi kalangan muda
Indonesia untuk tidak bangga bahkan tidak memakai batik dijaman sekarang.
Karena batik juga dapat mengikuti perkembangan trend sekarang. Jika masih
ditemukan anak muda Indonesia yang masih belum memakai batik, itu mencerminkan
hilangnya rasa nasionalisme dan rasa tanggung jawab terhadap warisan nenek
moyang. Sudah sepantasnya anak muda seperti itu diberi teguran agar ia memahami
rasa nasionalisme dan rasa tanggung jawab untuk melestarikan kebudayaan batik
yang sudah diakui dunia.
Sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan
untuk melestarikan kebudayaan batik, dari mulai yang sederhana yaitu memakai
batik di kegiatan keseharian sehingga menghilangkan persepsi orang tentang
pakaian batik yang kuno atau tidak mengikuti perkembangan jaman. Tindakan
selanjutnya yang dapat dilakukan adalah mensosialisasikan dan mengajak teman –
teman disekitar untuk lebih menghargai dan melestarikan kebudayaan batik.
Karena semuanya itu dilakukan bermula pada diri kita sendiri, dan selanjutnya
pada orang lain. Tantangan yang lebih sulit adalah mengenalkan batik kepada
dunia internasional secara lebih intensif sebagai kebudayaan warisan nenek
moyang. Apabila itu semua sudah dilakukan, maka kebudayaan batik akan
senantiasa lestari di tanah air Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa kebudayaan batik merupakan kebudayaan dari nenek moyang kita sejak abad
XVII yang telah diakui UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai warisan dunia
dalam hal budaya lisan dan nonbendawi. Setelah dilakukannya pengakuan tersebut,
pemerintah kemudian menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai hari batik Nasional.
Namun tidak hanya itu, pemerintah juga menghimbau agar masyarakat Indonesia
senantiasa menghargai dan bangga akan kebudayaan batik yang sudah diakui dunia
dan kemudian tumbuh rasa untuk melestarikan batik tersebut. Batik juga dapat
mengikuti perkembangan jaman, jadi tidak ada alasan lagi bagi kalangan muda
Indonesia untuk tidak memakai batik, sekarang ini banyak sekali inovasi produk
yang memakai unsur batik sebagai bentuk dari pelestarian kebudayaan batik yang
dapat digunakan oleh kalangan muda Indonesia. Karena batik sudah menjadi
warisan dunia dan cukup dikenal dimata Internasional, hal itu menjadi tugas dan
tanggungjawab generasi muda Indonesia untuk terus meletarikan kebudayaan batik
agar tidak punah.
B.
Kritik dan Saran
Dalam penulisan
makalah tentang pelestarian kebudayaan batik ini, penulis merasa masih banyak
kekurangan yang harus disempurnakan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi orang yang membacanya.