I. Pendekatan Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita seringkali digunakan pula sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara – negara maju dengan Negara Sedang Berkembang (NSB). Dengan kata lain, pendapatan per kapita selain bisa memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di berbagai negara juga dapat menggambarkan perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi di antara berbagai negara.
Namun demikian, kita harus hati – hati dalam menggunakan pendapatan per kapita itu sebagai suatu indikator pembangunan. Hal ini disebabkan oleh adanya pendapat yang mengatakan pembangunan itu bukan hanya sekedar meningkatkan pendapat riil saja, tetapi kenaikan tersebut harus berkesinambungan dan mantap serta harus disertai pula oleh perubahan – perubahan sikap dan kebiasaan sosial yang sebelumnya menghambat kemajuan – kemajuan ekonomi.
Tetapi apapun kelemahan pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan, pendekatan ini masih sangat cocok untuk digunakan dan mudah untuk dipahami, dan mungkin pendapatan per kapita adalah indikator pembangunan satu –satunya yang “terbaik” yang ada saat ini. Pendekatan ini juga mempunyai suatu kelebihan, dimana ia memfokuskan pada raison d’etre dari pembangunan, yaitu kenaikan tingkat hidup dan menghilangkan kemiskinan. Dengan kata lain, pendapatan per kapita bukanlah suatu proxy yang buruk dari struktur sosial dan ekonomi masyarakat.
Akhirnya dapatlah disimpulkan bahwa pendapatan per kapita masih tetap bisa digunakan sebagai suatu titik awal untuk pengklasifikasian tingkat – tingkat pembangunan, dan sudah tentu pula bisa digunakan untuk identifikasi kebutuhan pembangunan.
II. Kelemahan Umum Pendekatan Pendapatan Per Kapita
Salah satu kelemahan penting dari tingkat pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan adalah bersumber pada anggapan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh besarnya pendapatan per kapita masyarakat tersebut.
Sebenarnya, sudah lama orang meragukan kebenaran anggapan bahwa tingkat pendapatan masyarakat merupakan pencerminan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh suatu masyarakat. Namun demikian, masih tetap disadari bahwa tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka, karena memang disamping itu ada beberapa faktor lain yang seringkali merupakan faktor yang cukup penting juga dalam menentukan tingkat kesejahteraan mereka.
Kalau kita memperbandingkan kehidupan masyarakat antarnegara, maka akan tampak faktor – faktor lain di luar tingkat pendapatan yang sangat berpengaruh kepada tingkat kesejahteraan mereka. Faktor – faktor non-ekonomi seperti : adat istiadat, keadaan iklim dan alam sekitar, dan atau tidaknya kebebasan mengeluarkan pendapat dan bertindak merupakan beberapa contoh yang akan menimbulkan perbedaan tingkat kesejahteraan di negara – negara yang mempunyai pendapatan yang tidak banyak berbeda.
Sekedar gambaran, misalkan penduduk di daerah pegunungan mempunyai pendapatan yang sama dengan penduduk yang hidup di dataran rendah. Berdasarkan pada perbedaan alamnya dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di dataran rendah adalah lebih tinggi. Kesimpulan tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa pada umumnya penduduk dataran rendah menghadapi tantangan alam yang lebih sedikit. Di dataran rendah iklimnya tidak terlampau dingin, pekerjaan pertanian lebih mudah dilaksanakan, dan energi yang dikeluarkan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya relatif lebih sedikit.
Demikian pula halnya akan ketiadaan kebebasan untuk bertindak dan mengeluarkan pendapat di negara – negara Sosialis / Komunis misalnya, keadaan tersebut menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya selalu dipandang lebih rendah dari yang dicerminkan oleh tingkat pertumbuhan ekonominya.
Selain kedua hal yang diungkapkan di atas ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kesejahteraan masyarakat itu merupakan suatu hal yang bersifat subyektif. Akhirnya, tiap orang mempunyai pandangan hidup, tujuan hidup, dan cara – cara hidup yang berbeda. Dengan demikian memberikan nilai – nilai yang berbeda pula terhadap faktor – faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka. Ada sekelompok orang yang menekankan kepada penumpukan kekayaan dan memperoleh pendapatan yang tinggi sebagai unsur penting untuk mencapai kepuasan hidup yang lebih tinggi. Dan ada pula sekelompok orang yang lebih suka untuk memperoleh waktu senggang (leisure time) yang lebih banyak dan enggan untuk bekerja lebih keras untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.
Di samping hal – hal yang dikemukakan di atas, perlu pula diingat bahwa pembangunan ekonomi akan merubah kebiasaan – kebiasaan dalam kehidupan masyarakat tradisional, seperti misalnya masyarakat menjadi bersifat lebih individualistis, hubungan antara anggota masyarakat menjadi lebih formal, dan sebagainya. Dengan demikian bertambah tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat biasanya diikuti pula oleh pengorbanan moril dan usaha yang lebih banyak oleh masyarakat tersebut. Di satu pihak pembangunan ekonomi akan mempertinggi kesejaheraan masyarakat, tetapi di lain pihak tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi ini harus dicapai dengan beberapa pengorbanan dalam perilaku hidup masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arthur Lewis, “like everything else, economic growth has its costs” yang berarti bahwa pembangunan ekonomi di samping memberi manfaat kepada masyarakat, juga membutuhkan pengorbanan – pengorbanan.
III. Kelemahan Metodologis Pendekatan Pendapatan Per Kapita
Secara lebih khusus, nilai pendapatan per kapita sebagai indeks untuk menunjukkan perbandingan tingkat kesejahteraan dan jurang (gap) tingkat kesejahteraan antarmasyarakat mempunyai kelemahan. Kelemahan itu timbul karena perbandingan secara demikian mengabaikan adanya perbedaan – perbedaan dalam hal – hal berikut antara berbagai negara : struktur umum penduduk, distribusi pendapatan masyarakat nasional, metoda perhitungan pendapatan, dan perbedaan nilai mata uang ( kurs ) dengan mata uang dolar Amerika Serikat, misalnya.
Di NSB biasanya proporsi penduduk di bawah umur dan orang usia muda adalah lebih tinggi daripada di negara – negara maju. Dengan demikian, perbandingan pendapatan setiap keluarga di kedua kelompok negara itu tidaklah seburuk seperti digambarkan oleh pendapatan per kapita mereka. Jika suatu keluarga terdiri dari 5 orang berpendapatan US $ 900 terdiri dari 3 anggota keluarga, maka besar kemungkinan keluarga yang terdiri dari 5 orang tersebut mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Ini disebabkan oleh beberapa jenis pengeluaran seperti rekening air dan listrik, perumahan, majalah dan surat kabar, serta barang – barang lain yang digunakan secara bersama – sama tidak banyak berbeda di antara kedua keluarga tersebut.
Selain tingkat pendapatan itu sendiri, distribusi pendapatan merupakan faktor penting lainnya yang mentukan kesejahteraan masyarakat. Faktor ini sering tidak diperhatikan dalam membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan perubahannya dari waktu ke waktu jika indeks yang digunakan adalah tingkat pendapatan per kapita. Berdasarkan pengalaman sejarah negara – negara maju, pada tingkat awal pembangunan ekonomi distribusi pendapatan ini akan buruk, tetapi pada akhirnya distribusi pendapatan itu menjadi semakin baik. Namun demikian, pengalaman sejarah negara – negara maju tersebut tidaklah dialami oleh NSB. Perkembangan dibanyak NSB menunjukkan bahwa dalam proses pembangunan tersebut justru distribusi pendapatan menjadi tidak merata.
Keadaan di atas menimbulkan ketidakpuasan terhadap usaha – usaha pembangunan di beberapa NSB, karena usaha – usaha pembangunan tersebut dianggap hanya menguntungkan sebagian kecil anggota masyarakat. Hal tersebut berarti menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi belum tercapai sepenuhnya.
Untuk melihat perbandingan – perbandingan GNP per kapita, pertumbuhannya, dan jumlah penduduk beberapa negara bisa dilihat pada tabel dibawah ini :
Perbandingan GNP Per Kapita dan Pertumbuhanya
Serta Jumlah Penduduk Beberapa Negara Tahun 1988
Negara | GNP Per Kapita | Penduduk (juta) | |
US $ | Rata – rata pertumbuhan / tahun 1965-1988 (persen) | ||
Negara ASEAN : Brunai Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand Negara Newly Industrializing Countries (NICs) : Hongkong Taiwan Korea Selatan Singapura Negara Maju / Industri : Amerika Serikat Jepang Inggris Perancis Canada Negara Anggota OPEC dari Timur Tengah : Oman Libya Saudi Arabia Kuwait Uni Emirat Arab | - 440 1.940 630 9.070 1.000 9.220 - 3.600 9.070 19.300 21.020 12.810 16.090 16.960 5.000 5.420 6.200 13.400 15.770 | - 4.3 4.0 1.6 7.2 4.0 6.3 - 6.8 7.2 1.6 4.3 1.8 2.5 2.7 6.4 -2.7 3.8 -4.3 - | - 174,8 16,9 59,9 2,6 54,5 5,7 - 42,0 2,6 246,3 122,6 57,1 55,9 26,0 1,4 4,2 14,0 2,0 1,5 |
Sumber : World Bank, World Development Report, 1990.
Pada tabel di atas tampak bahwa di antara negara – negara ASEAN, Indonesia mempunyai GNP/kapita paling rendah yaitu US $ 440, tetapi dengan jumlah penduduk tertinggi yaitu 174,8 juta orang. Sementara Singapura yang merupakan negara terkecil di ASEAN yang jumlah penduduknya hanya 2,6 juta orang mempunyai tingkat pendapatan per kapita tertinggi yaitu US $ 9.070.
Pola pengeluaran masyarakat di berbagai NSB kadang – kadang sangat berbeda dan perbedaan ini menyebabkan dua negara yang pendapatan per kapitanya sama belum tentu menikmati tingkat kesejahteraan yang sama. Misalkan dua orang yang berpendapatan sama, tetapi salah seorang di antaranya harus mengeluarkan ongkos angkutan yang lebih tinggi untuk pergi ke tempat kerja harus berpakaian necis dan sebagainya, maka tidak dapat dikatakan bahwa kedua orang tersebut mempunyai tingkat kesejahteraan yang sama tingginya.
Perbedaan iklim juga menimbulkan perbedaan pola pengeluaran masyarakat di negara – negara maju dan NSB. Masyarakat di negara maju harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk mencapai suatu tingkat kesejahteraan yang sama dengan di NSB. Seperti diketahui, kebanyakan negara maju iklimnya lebih dingin dari NSB. Oleh karena itu penduduknya harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk menikmati suatu tingkat kehidupan yang sama dengan yang dinikmati oleh NSB.
Komposisi produksi nasional yang berbeda juga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dua masyarakat yang mempunyai pendapatan per kapita yang sama. Suatu masyarakat akan menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih rendah jika proporsi pendapatan nasional (pengeluaran) yang digunakan untuk anggaran pertahanan dan pembentukkan modal (capital formation) lebih tinggi daripada di negara lain yang pendapatan per kapitanya sama.
Metode perhitungan pendapatan nasional ini bersifat agregatif sehingga tidak dapat menunjukkan perubahan – perubahan serta distribusi antarsektor. Seperti misalnya, jika sektor pertanian merupakan 50 persen dari GNP dan sektor non-pertanian juga 50 persen dari GNP, maka jika GNP tumbuh dengan 10 persen per tahun, kemungkinan distribusinya dapat :
Sektor | Persentase kenaikan sektoral |
A B C D | |
Pertumbuhan sektor pertanian Pertumbuhan sektor non-pertanian | 5 4 2 0 5 6 8 10 |
Kombinasi D menunjukkan adanya kemandegan (stagnasi) di sektor pertanian. Keadaan ini bisa menunjukkan bahwa pembangunan di sektor pertanian mengalami kegagalan. Padahal seperti diketahui sebagian besar penduduk di NSB hidup dari dan di sektor pertanian. Keadaan ini pada akhirnya akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan penduduk di sektor tersebut semakin buruk.
Masih berkaitan dengan metoda perhitungan pendapatan nasional adalah adanya anggapan bahwa harga pasar dapat menggambarkan nilai sosial dari sesuatu barang. Kenyataan tersebut tidak selalu benar (harga pasar = nilai sosial suatu barang) karena adanya ketidaksempurnaan pasar sbagai akibat dari : misalnya adanya produksi yang tidak dipasarkan. Keadaan ini sering tampak di pedesaan : petani yang menghasilkan produk kemudian produk tersebut dikonsumsi sendiri. Hal ini tentu saja akan mengurangi jumlah pendapatan nasional yang sebenarnya yang pada akhirnya akan merendahkan pendapatan per kapitanya.
Akhirnya sampailah kita pada masalah perbedaan nilai mata uang sendiri maupun dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Perbandingan tingkat pendapatan per kapita antara negara – negara maju dan NSB selalu mencerminkan perbedaan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih besar daripada yang sebenarnya terjadi di kedua kelompok negara tersebut.
Di NSB terdapat banyak kemungkinan yang menyebabkan taksiran nilai pendapatan per kapita mereka lebih rendah dari yang sebenarnya. Sebagai akibat lebih lanjut, berdasarkan perbandingan pendapatan per kapita, maka jurang antara mereka dengan negara – negara maju adalah lebih lebar dari yang sebenarnya.
Usher (1936) telah mengestimasi bahwa perbandingan pendapatan per kapita antara Inggris dan Thailand adalah 13,06, jika pendapatan nasional Thailand dalam mata uangnya sendiri (bath) dikonversikan terhadap poundsterling pada tingkat kurs yang berlaku. Namun demikian, jika pendapatan Inggris dan Thailand dinilai secara langsung pada tingkat harga – harga Thailand maka perbandingan itu hanya 6,27 dan jika kedua pendapatan itu dinilai pada tingkat harga – harga Inggris maka perbandingan itu akan turul lagi menjadi 2,76.
Sementara itu Millikan (1950) telah melakukan pula penghitungan kembali pendapatan per kapita di Asia di luar Timur Tengah pada permulaan tahun 1950-an. Menurut perhitungan cara biasa, pendapatan per kapita daerah tersebut adalah US $ 58, tetapi menurut taksiran Millikan, daerah itu pendapatan perkapitanya mencapai US $ 195. Untuk daerah Afrika dengan cara perhitungan biasa, nilai pendapatan per kapita daerah itu adalah US $ 48. Setelah ditaksir kembali ternyata nilai sebenarnya adalah US $ 117. Selain itu dari hasil analisis Gilbert dan Kravis dibuktikan pula bahwa jurang tingkat kesejahteraan yang sebenarnya yang terdapat di antara berbagai negara di Eropa di satu pihak, dan Amerika Serikat di lain pihak adalah lebih kecil daripada perbedaan yang ditunjukkan oleh perbandingan tingkat pendapatan per kapita mereka.
Kesulitan dalam menentukan jenis – jenis kegiatan yang dimaksudkan ke dalam pendapatan nasional adalah biasanya kegiatan yang dimasukkan ke dalam perhitungan adalah kegiatan yang hasilnya dijual ke pasar. Hal ini berarti pemilik barang dan jasa memperoleh bayaran dari penjualan barang dan jasanya. Padalah di NSB banyak sekali kegiatan yang seharusnya bisa dinilai, tidak dihitung. Misalnya mengerjakan sendiri pekerjaan – pekerjaan rumah.
Kesulitan dalam menukar nilai pendapatan per kapita dari mata uang sendiri ke dalam mata uang dolar ini bersumber dari adanya nilai tukar remi mata uang suatu negara dengan negara lain tidak mencerminkan perbandingan harga di kedua negara tersebut. Misalnya, di negara kita nilai tukar rsmi antara mata uang rupiah dengan dolar Amerika Serikat adalah US $ = Rp 1.983,00 (1991). Secara teoritis hal ini berarti bahwa barang – barang yang ada di Amerika Serikat (misalnya karet) apabila dikalikan dengan 1.983 harus sama nilainya dengan harga barang tersebut (karet) di Indonesia. Tetapi kenyataan tidak demikian. Mungkin saja nilai barang tersebut di Indonesia lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang seharusnya menurut teori.
IV. Indikator Non-Moneter
Beckerman membedakan berbagai penelitian tentang cara - cara untuk membandingkan tingkat kesejahteraan ke dalam 3 kelompok : Kelompok pertama merupakan usaha untuk membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di dua atau beberapa negara dengan memperbaiki cara – cara yang dilaksanakan dalam perhitungan pendapatan nasional biasa. Usaha ini dipelopori oleh Colin Clark dan selanjutnya disempurnakan oleh Gilbert dan Kravis.
Kelompok kedua adalah usaha untuk membuat penyesuaian dalam pendapatan masyarakat yang dibandingkan dengan mempertimbangkan perbedaan tingkat harga di setiap negara. Dan kelompok ketiga adalah usaha untuk membuat perbandingan tingkat kesejahteraan dari setiap negara berdasarkan pada data yang tidak bersifat moneter seperti : jumlah kendaraan bermotor, konsumsi minyak, jumlah penduduk yang bersekolah, dan sebagainya. Usaha ini dipelopori oleh Bennet.
Menurut Beckerman, dari berbagai cara diatas, cara yang dilakukan oleh Gilbert dan Kravis adalah cara yang paling sempurna. Cara ini merupakan usaha untuk membandingkan tingkat kesejahteraan dan pembangunan di beberapa negara dengan memperbaiki metoda pembandingan dengan menggunakan data pendapatan nasional dari masing –masing negara.
Untuk memperbaiki kelemahan tersebut mereka menghitung kembali pendapatan nasional negara – negara Eropa berdasarkan kepada harga –harga di Amerika Serikat. Dengan pendekatan ini maka pada hakekatnya produksi nasional Amerika Serikat dan negara – negara Eropa sekarang dinilai menurut harga – harga yang sama. Hasilnya menunjukkan bahwa seperti telah dijelaskan dimuka, perbedaan pendapatan per kapita penduduk Amerika Serikat da Eropa tidaklah sebesar seperti yang ditunjukkan oleh perbedaan tingkat pendapatan per kapita mereka yang dihitung menurut cara yang biasa dilakukan.
Namun demikian, cara yang baru ini memerlukan data yang lengkap untuk memungkinkan dilakukannya perhitungan kembali pendapatan nasional yang dinilai berdasarkan pada tingkat harga – harga di negara lain. Data yang diperlukan tersebut sayangnya tidak tersedia di NSB. Oleh karena itu, Beckerman mengemukakan cara lain dalam membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di berbagai negara yaitu dengan menggunakan data yang bukan bersifat moneter untuk menentukan indeks kesejahteraan masyarakat di tiap – tiap negara. Cara ini dinamakan “Indikator Non-moneter yang disederhanakan”.
Dengan cara lain tersebut, indeks tingkat kesejahteraan dari setiap negara ditentukan berdasarkan kepada tingkat konsumsi atau jumlah persediaan beberapa jenis barang tertentu yang datanya dapat dengan mudah diperoleh di NSB. Data tersebut adalah :
1. Jumlah konsumsi baja dalam satu tahun (kg).
2. Jumlah konsumsi semen dalam satu tahun dikalikan 10 (ton).
3. Jumlah surat dalam negeri dalam satu tahun.
4. Jumlah persediaan radio dikalikan 10.
5. Jumlah persediaan pesawat telepon dikalikan 10.
6. Jumlah persediaan berbagai jenis kendaraan.
7. Jumlah konsumsi daging dalam satu tahun (kg).
Usaha lain dalam menentukan dan membandingkan tingkat kesejahteraan antarnegara telah dilakukan pula oleh United Nations Research Institute for Social Development (UNRISD) yang berpusat di Jenewa pada tahun 1970. Dalam penelitian tersebut yang dilakukan adalah menciptakan indeks taraf pembangunan dari negara – negara maju dan NSB berdasarkan kepada sifat dari 18 jenis data berikut di tiap – tiap negara :
1. Tingkat harapan hidup (life expectancy).
2. Konsumsi protein hewani per kapita.
3. Persentase anak – anak yang belajar di sekolah dasar dan menengah.
4. Persentase anak – anak yang belajar di sekolah kejuruan.
5. Jumlah surat kabar.
6. Jumlah telepon.
7. Jumlah radio.
8. Jumlah penduduk di kota – kota yang mempunyai 20.000 penduduk atau lebih.
9. Persentase laki – laki dewasa di sektor pertanian.
10. Persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor listrik, gas, air, kesehatan, pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi.
11. Persentase tenaga kerja yang memperoleh gaji.
12. Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) yang berasal dari industri – industri pengolahan.
13. Konsumsi energi per kapita.
14. Konsumsi listrik per kapita.
15. Konsumsi baja per kapita.
16. Nilai per kapita perdagangan luar negeri.
17. Produk pertanian rata – rata dari pekerja laki – laki di sektor pertanian.
18. Pendapatan per kapita Produk Nasional Bruto (PNB).
Jika indeks pembangunan yang diusulkan UNRISD tersebut digunakan sebagai indikator kesejahteraan atau pembangunan maka perbedaan tingkat pembangunan antara negara – negara maju dan NSB tidaklah terlampau besar seperti yang digambarkan oleh tingkat pendapatan per kapita mereka masing – masing.
Dari 58 negara yang dihitung indeks pembangunannya, Thailand merupakan negara yang indeksnya paling rendah yaitu 10. Sedangkan Inggris indeks pembangunannya adalah 104. Berarti secara relatif indeks pembangunan Inggris adalah 10 kali lebih besar dari Thailand. Nilai tersebut jelas lebih kecil dari perbandingan pendapatan per kapita kedua negara tersebut pada tahun 1963 yaitu pendapatan per kapita Inggris sebesar 13,06 kali pendapatan per kapita Thailand.
Juga di antara negara – negara maju sendiri, perbedaan tingkat pembangunan yang digambarkan oleh indeks pembangunan tersebut adalah lebih kecil dibandingkan jika menggunakan pendapatan per kapita mereka. Belanda misalnya, pendapatan per kapitanya pada tahun 1970 hanya merupakan 57% (US $965 / US $ 1696) dari pendapatan per kapita Swedia. Sedangkan perbandingan indeks pembangunan mereka menunjukkan bahwa tingkat pembangunan yang dicapai kedua negara tersebut tidak banyak berbeda yaitu 103 : 96.
V. Indikator Kesejahteraan Ekonomi Bersih
Suatu perkembangan baru mengenai indikator kesejahteraan adalah apa yang dikemukakan oleh William Nordhaus dan James Thobin (1972). Mereka mencoba untuk menyempurnakan nilai – nilai GNP dalam upaya untuk memperoleh suatu indikator ekonomi yang lebih baik yaitu dengan mengenalkan konsep Net Economic Welfare (NEW). Penyempurnaan nilai – nilai GNP itu dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi positif dan koreksi negatif.
Koreksi positif mengharuskan kita untuk memperhatikan waktu senggang dan perkembangan sektor ekonomi informal. Waktu senggang ini berkaitan dengan jumlah jam kerja kita selama seminggu misalnya. Seandainya kita menjadi lebih kaya, mungkin kita akan memutuskan untuk bekerja lebih singkat dalam seminggu, dengan harapan akan memperoleh kepuasan batin dari adanya tambahan waktu senggang tersebut untuk berekreasi. Kepuasan dari waktu senggang ini diharapkan akan sebesar kepuasan yang diperoleh dari barang dan jasa yang biasanya dihasilkan. Oleh karena itu GNP-pun akan turun walaupun tingkat kesejahteraan meningkat. Dengan demikian agar kepuasan batin itu ikut diperhitungkan, maka suatu koreksi harus ditambahkan pada GNP dan akan menghasilkan Net Economi Welfare (NEW).
Demikian pula halnya dengan kegiatan – kegiatan yang dikerjakan sendiri dirumah, seperti memasak atau mengecat dinding rumah sendiri. Oleh karena nilai tambah tersebut tidak dibeli atau dijual di pasar, maka nilai tambah ini tidak pernah dihitung dalam GNP. Nilai NEW akan mencakup juga nilai dari kegiatan “kerja sendiri” tersebut.
Koreksi positif lainnya adalah berkaitan dengan sektor ekonomi informal. Seperti diketahui, pada masa sekarang ini pertumbuhan sektor ekonomi informal sangat pesat. Sektor ekonomi informal ini dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan ekonomi yang ilegal atau melawan hukum(seperti perdagangan ganja dan narkotika), dan kegiatan – kegiatan ekonomi yang legal tetapi tidak tercatat sehingga terhindar dari pajak.
Pada umumnya para ekonom tidak menambahkan nilai kegiatan ilegal ke dalam nilai produk nasional, karena sudah disepakati kegiatan ini merupakan kegiatan buruk dari segi sosial. Oleh karena itu bisnis ganja dan narkotika tidak dimasukkan ke dalam nilai GNP maupun NEW. Sekarang bagaimana halnya dengan kegiatan informal lainnya seperti yang dilakukan oleh pedagang kaki lima, tukang bakso, tukang es teler dan sebagainya. Mereka semua menghasilkan barang dan jasa yang benar – benar berguna dan bernilai, namun mungkin tidak termasukkan dalam nilai produk nasional. Oleh karena itu laju pertumbuhan GNP riil akan lebih rendah dari sebenarnya.
Sementara itu, koreksi negatif adalah berkaitan dengan masalah kerusakan lingkungan. Lebih rendahnya GNP dari yang sebenarnya, bukanlah hal yang sulit dimengerti. Yang sulit dimengerti adalah hal – hal yang menyebabkan nilai GNP dinilai terlalu tinggi daripada yang sebenarnya. Bersamaan dengan hasil produk yang bermanfaat (misalnya berupa bangunan perumahan yang nyaman), dalam hal GNP terkadang juga hasil yang merugikan (berupa kerusakan tanah galian batu kali, polusi air dan udara yang ditimbulkan oleh pabrik semen, yang kesemuanya digunakan untuk membangun perumahan yang nyaman tadi).
Dari uraian diatas maka jelas bagi kita bahwa “biaya” yang sangat merugikan itu belum tergambr dalam hasil produk dan harga pasar. Oleh karena itu biaya – biaya ekonomi tersebut harus dikurangkan dari nilai GNP untuk mendapatkan NEW.
Sumber : Buku Ekonomi Pembangunan dari Dosen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar